OPINI  

Mengejutkan, Pernikahan Dini Meningkat di Masa Pandemi

Oleh : Eviheriyanto, Siti Puji Astuti, Erfila, Lista Irna Mahasiswa S2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Sriwijaya
Editor : Siti Puji Astuti (pujiastuti,st@gmail.com)

ERANEWS.CO.ID — Media Tahun 2022 di masa Pandemi Covid 19 Indonesia di hebohkan dengan video viral pernikahan anak dibawah umur yang berasal dari Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan.

MF (15) dan NS (16) menjadi perbincangan publik lantaran viral nya video pernikahan keduanya yang merupakan siswa Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP).

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan lebih dari 100 siswa menikah akibat pandemic. Faktor pemicu terjadinya pernikahan anak di masa pandemic diduga adalah kondisi ekomoni keluarga yang terpuruk akibat Covid-19 dan siswa belajar di rumah.

Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti menyebutkan sebanyak 119 siswa menikah baik laki – laki maupun perempuan yang usianya antara 15 tahun hingga 18 tahun pada masa pandemic covid 19.

Terungkapnya fakta pernikahan anak ini terjadi karena adanya pemantauan oleh pihak sekolah. Selama masa pandemic covid-19 sistem pembelajaran mengharuskan anak mengerjakan tugas dan hadir dalam pembelajaran dari rumah (daring) , namun kenyataannya beberapa siswa tidak mengumpulkan tugas dan absen dari pembelajaran, setelah dilakukan pemantauan  diperiksa ke rumah ternyata anak sudah menikah atau sudah bekerja.

Seorang Anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), Dr Zulfa Sakhiyya dalam Webinar yang bertajuk “Bagaimana Ilmu Sosial Humaniora Dapat Melindungi Kelompok Rentan Akibat Pandemi Covid-19″ diakhir tahun 2021 yang lalu  mengatakan perlu adanya pendampingan sosial yang intensif kepada para orang tua agar mencegah perkawinan anak selama pandemi Covid-19.

Dalam webinar tersebut Zulfa juga menambahkan jangan hanya menggulirkan dana darurat atau beasiswa, bantuan sosial tapi juga perlu ada edukasi dan pendampingan sosial yang intensif yang memberikan kesadaran kepada orang tua bahwa menikahkan anak itu banyak dampak negatifnya.

Menurut Zulfa selama pandemi Covid-19 semakin memperbesar kesenjangan yang telah lama ada, baik di ekonomi, gender, ras, disabilitas, sosial, budaya dan agama.

“Pandemi Covid-19 ini bukan semata masalah kesehatan dan ekonomi saja tapi juga gender,” kata Zulfa yang merupakan Dosen Universitas Negeri Semarang ini.

Pihaknya mencatat selama masa pandemi Covid-19, angka perkawinan anak meningkat hingga 300 persen. Angka putus sekolah yang tinggi terutama pada anak perempuan selama pandemi.

“Biasanya alasannya untuk membantu ekonomi keluarga sehingga mereka diharuskan bekerja dan menikah,” ujarnya.

Hal ini juga diperburuk dengan masih adanya anggapan bahwa dengan menikahkan anak, beban hidup orang tua berkurang. Padahal perkawinan anak di bawah umur akan merenggut hak pendidikan anak tersebut menutup potensi aktualisasi diri anak.

* Dampak Pernikahan Dini
Pernikahan dini yang dilangsungkan pada usia anak umumnya akan menimbulkan masalah-masalah, secara fisiologis  alat reproduksi masih belum siap untuk menerima kehamilan sehingga dapat menimbulkan berbagai bentuk komplikasi.

Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun.

Secara psikologis umumnya para pasangan muda keadaan psikologisnya masih belum matang, sehingga masih lebih dalam menghadapi masalah yang timbul dalam perkawinan.

Dampak yang dapat terjadi seperti perceraian, karena kawin cerai biasanya terjadi pada pasangan yang umurnya pada waktu kawin relatif masih muda.

Dampak psikologi yang juga dapat diakibatkan dari pernikahan dini yaitu remaja belum siap untuk menikah dan memiliki bayi akan mengakibatkan timbulnya kecemasan dan stres bahkan depresi saat menjalani rumah tangga dan merawat bayinya. Secara Sosial Ekonomi anak belum mampu untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.

*Cegah Pernikahan Dini

Beberapa upaya untuk menanggulangi perkawinan anak di antara lain dengan menghindari pergaulan bebas, remaja mendapatkan sosialisasi, memperbanyak kesempatan kerja dan berperilaku tegas dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan mengenai perkawinan, yaitu memberi sanksi bagi yang melanggarnya, meningkatkan status kesehatan masyarakat, dan menyukseskan program keluarga berencana.

Remaja melakukan kegiatan-kegiatan yang positif, salah satunya bisa dengan mengikuti organisasi di sekolah atau lingkungan tempat tinggalnya agar bisa mengisi waktu kosongnya dengan hal-hal yang bermanfaat. Mencegah pergaulan bebas. Memilih teman untuk dijadikan role model atau contoh yang baik itu memang penting, mendekatkan diri kepada tuhan dengan beribadah sehingga mencegah kegiatan-kegiatan yang negatif.

Tanamkan di diri sendiri untuk bisa sukses dan bisa bekerja terlebih dahulu daripada memilih untuk menikah. Jika memang mempunyai pasangan (pacar) maka kedua belah pihak harus bisa meyakinkan untuk tidak melakukan perbuatan yang akan berdampak buruk dan akan disesali nantinya.

(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.