BANGKA, ERANEWS.CO.ID – Hiroshi Ehara, Ph.D dari Tokai National Higher Education and Research System Nagoya University, Profesor Tokuda dan Profesor Hitoshi Naito, Dr.Agr kunjungi PT. Bangka Asindo Agri (PT. BAA) yang berlokasi di Kelurahan Kenanga, Sungailiat, Bangka, Senin (20/5/2024). Hiroshi Ehara katakan kedatangannya ke PT. BAA bertujuan untuk menggali potensi kerjasama di bidang teknologi agrobisnis tanaman sagu.
Ketertarikan dirinya untuk menjalin kerjasama dengan PT. BAA karena didasari saat pertama kali bertemu satu tahun yang lalu dengan Fidrianto selaku Owner PT. BAA di sebuah acara simposium internasional yang diselenggarakan di Jepang. Saat itu, ia katakan banyak mendengar cerita tentang sagu yang ada di Bangka Belitung.
“Saya dengar kalau di PT. BAA ini sedang banyak melakukan inovasi sagu. Maka kami tawarkan bantuan apa yang bisa dilakukan khususnya di bidang inovasi agrobisnis,” imbuhnya.
Tidak hanya sebuah inovasi agrobisnis sagu saja, Hiroshi menyebutkan jika di Jepang juga sudah dilakukan penelitian akademik cara membuat produk turunan dari bahan sagu seperti dijadikan cookies, kue, mie dan lainnya.
“Untuk saat ini di Jepang sudah ada teknologi di bidang agrobisnis supaya metode pertanian bisa lebih efisien. Dan kami ingin menerapkan teknologi itu di Indonesia. Setelah kunjungan ini, kita berharap melalui PT. BAA bisa membantu di bidang teknologi dalam penanaman sagu ke depan,” tuturnya.
Sementara itu Humas PT. BAA, Sulaiman menyebutkan jika pihaknya sangat bersyukur sekali karena Jepang sangat peduli dan perhatian akan keberadaan sagu yang ada di Indonesia. Dirinya pun juga meminta kepada pemerintah pusat maupun daerah juga turut memperhatikan produk sagu sebagai salah satu aspek ketahanan pangan nasional.
Menurut Sulaiman, dengan adanya perubahan iklim yang terjadi saat ini tanaman yang paling tahan akan segala jenis cuaca dan menjadi salah satu produk makanan yang sehat adalah sagu. Dijelaskan Sulaiman, jika sagu adalah sumber ketahanan pangan yang belum benar-benar dilirik oleh pemerintah.
“Masyarakat itu hanya menebang saja tapi tidak ingin menanam kembali. Di Indonesia ini 20 persennya dari daratan adalah air, kalau lahan seluas itu ditanami oleh sagu bisa menghasilkan uang kurang lebih sebesar ribuan triliun. Kenapa hal itu tidak bisa dilakukan? Karena pemerintah kita berprinsip kalau tidak bisa memberikan saat itu juga mereka tidak mau lakukan,” sebutnya.
Meskipun menghadapi tantangan yang begitu besar, namun pihaknya tetap terus memasyarakatkan sagu dan memproduksi sagu lebih baik di Bangka Belitung. Ia katakan sebelum PT. BAA muncul, sagu identik dengan aroma yang kurang sedap (asem red.)
“Dengan kedatangan beberapa profesor dari Jepang ini, kami berharap ada kerjasama yang lebih baik di bidang teknologi produktivitas tanaman sagu yang lebih mantap. Yang jelas dari hasil pertemuan ini, kita akan terus lakukan kerjasama demi eksistensi tanaman sagu,” tutupnya.