OPINI  

Menyusuri Akar Permasalahan Angka Partisipasi Kasar (APK) Rendah dalam Sistem Pendidikan Bangka Belitung

Penulis : Amalia Azmi 5012111082 (Mahasiswa Sosiologi Universitas Bangka Belitung)

ERANEWS.CO.ID — Dewasa ini pendidikan salah satu indikator yang sangat fundamental dalam mencapai keselarasan dan kesempurnaan bagi pengembangan individu maupun masyarakat.

Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan berasal dari kata dasar didik atau mendidik yang memiliki definisi memelihara dan memberi ajaran mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan didefinisikan sebagai proses dalam perubahan sikap serta tingkah laku seseorang maupun sekelompok individu yang berusaha dalam mendewasakan pemikiran melalui pengejaran dan pelatihan.

Pendidikan dapat juga diartikan sebagai suatu kegiatan yang mempunyai tujuan tertentu agar dapat mengembangkan potensi yang dimiliki individu. Seyogyanya pendidikan menjadi suatu hal yang sangat dibutuhkan terlebih dalam dunia digital saat ini.

Peran pendidikan sangat diperlukan dalam memahami kemajuan. Namun, sangat disayangkan rendahnya minat partisipasi seseorang dalam menempuh pendidikan terutama di daerah Bangka Belitung. Bangka Belitung menjadi salah satu daerah dengan posisi peringkat paling rendah nasional mengenai minat pendidikan dengan angka partisipasi kasar (APK) 15.23 %.

Selain itu, berdasarkan data badan pusat statistik (BPS) mencatat bahwa remaja dengan usia 19 tahun keatas yang melanjutkan ke ranah strata pendidikan yang lebih tinggi hanya 15,52 %.

Hal ini tentunya akan berdampak pada minimnya transfer ilmu bagi masyarakat Bangka Belitung dengan angka partisipasi kasar (APK) yang menduduki posisi terendah nasional, maka menjadi suatu permasalahan yang sangat krusial bagi pendidikan yang ada di Bangka Belitung. Banyak pertanyaan yang akan timbul jika tidak ada upaya dalam peningkatan minat bagi mereka untuk dapat melanjutkan pendidikan ke strata yang lebih tinggi.

Bangka Belitung akan membutuhkan anak-anak bangsa yang cerdas untuk dapat memajukan daerah dalam segi memajukan teknologi informasi maupun memajukan infrastruktur. Permasalahan terkait rendahnya angka partisipasi kasar (APK) patut diselidiki mengapa mereka (anak-anak/ remaja) memiliki minat yang rendah untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi .

Rendahnya partisipasi anak-anak/ remaja untuk menapaki pendidikan dengan strata yang lebih tinggi disebabkan keadaan perekonomian keluarga. Kondisi ekonomi keluarga yang kurang memenuhi segala aspek kebutuhan sandang dan pangan bahkan menjadikan mereka tidak melanjutkan pendidikan dan lebih memilih untuk bekerja dengan tujuan meringankan beban orang tua.

Disisi lain juga minimnya partisipasi remaja untuk melanjutkan pendidikan pada strata yang lebih tinggi sebab mereka merasa keenakan mencari uang terutama Bangka Belitung sebagai daerah penghasil timah menjadikan sumber pundi-pundi kehidupan.

Banyak dari anak-anak dengan usia yang terbilang muda rentang usia 10-15 tahun sudah berkecimpung dalam dunia tambang inkonvensional (TI). Perasaan yang timbul di benak anak-anak dan orang tua bersekolah tidak terlalu penting sebab saat ini yang dibutuhkan adalah uang untuk dapat memenuhi kebutuhan dan menjadikan pendidikan menjadi nomor kesekian bagi kehidupan mereka.

Selain faktor ekonomi ternyata partisipasi remaja untuk melanjutkan pendidikan juga disebabkan banyaknya konstruksi yang melekat di lingkungan mereka terkhsusus keluarga. Kondisi ini biasanya dialami kalangan perempuan.

Stigma yang berkembang di lingkungan masyarakat Bangka Belitung bahwa perempuan tidak perlu susah-susah untuk bersekolah tinggi sebab pada akhirnya hanya berkecimpung dalam ranah sumur dapur dan kasur.

Konstruksi yang dilanggengkan oleh masyarakat inilah yang membuat suatu common sense di kalangan remaja terkhusus perempuan. Dengan hal demikian menciptakan remaja memiliki pemikiran yang sama sehingga membuat mereka merasa percuma untuk menempuh pendidikan yang jauh lebih tinggi sebab ujung-ujungnya akan berkecimpung pada ranah dapur.

Kemudian faktor terakhir yaitu adanya pilihan untuk menikah muda. Berdasarkan data BKKBN tahun 2021, sebanyak 779 orang dengan usia 0-18 tahun yang melangsungkan pernikahan dini dan 690 orang diantarnya ialah berjenis kelamin perempuan, hal ini menandakan tingginya angka pernikahan dini di Bangka Belitung mencapai angka 88,57 %.

Pada tahun 2020 Bangka Belitung pernah menduduki posisi pertama sebagai salah satu provinsi dengan pernikahan dini tertinggi se- Indonesia (Hidayati, 2022).

Oleh sebab itulah minimnya angka partisipasi kasar (APK) pendidikan di Bangka Belitung memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) sehingga nantinya akan kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan yang layak dan akan mempertinggi angka pengangguran serta akan semakin banyak angka kriminalitas di Bangka Belitung disebabkan rendahnya kualitas SDM.

Berdasarkan runtutan di atas peran pemerintah daerah dan pusat sangat diperlukan untuk lebih giat lagi dalam memberikan sosialisasi untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan yang lebih tinggi kemudian diperlukan juga kebijakan dari pemerintah untuk memberikan dana bantuan berupa beasiswa bagi mereka yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sehingga masyarakat yang merasa kondisi ekonomi mereka tidak baik akan mendapatkan bantuan kebijakan bagi mereka sehingga anak mereka dapat menempuh pendidikan yang lebih tinggi.

Selain memberikan beasiswa bagi mereka yang kurang mampu, diperlukan juga kebijakan bantuan beasiswa bagi mereka yang berprestasi baik secara akademik maupun non-akademik sehingga mereka dapat merasa terapresiasi atas apa yang sudah mereka jalani.

(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.