TOBOALI, ERANEWS.CO.ID- Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung akhirnya angkat bicara mengenai polemik pembagian sertifikat tanah yang menjadi temuan Ombudsman Republik Indonesia. Khususnya potensi maladministrasi dan dugaan pungutan liar (Pungli) yang terjadi di Desa Nangka dan Desa Nyelanding, Kecamatan Airgegas.
Dimana terdapat beberapa informasi yang dianggap keliru terkait penyampaian data program di dua desa tersebut.
Kepala Kantor BPN Kabupaten Bangka Selatan, Abdul Rahman Irianto mengatakan bahwa terdapat program sertifikasi tanah yang dilakukan pihaknya di dua desa tersebut. Yakni program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) dan program pendaftaran tanah nasional alias prona pada tahun 2018 silam. Sementara ihwal jumlah 195 sertifikat hak milik (SHM) temuan Ombudsman Perwakilan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang diduga belum diserahkan kepada masyarakat itu merupakan miskomunikasi.
“Jadi dapat kami sampaikan bahwa jumlah 195 tersebut masih berupa usulan calon peserta redistribusi tanah pada tahun anggaran 2025,” ungkap Abdul pada Kamis (13/2/2025).
Menurutnya, BPN Kabupaten Bangka Selatan telah berupaya melaksanakan kewajiban untuk menyerahkan langsung program PTSL maupun prona kepada masyarakat di Desa Nyelanding. Penyerahan sertifikat dilakukan selama beberapa kali kegiatan, yakni pada Jumat (5/8/2022) silam di balai desa setempat. Kemudian pada Rabu (7/2/2024) saat program Ajak Bupati Kite Sambang Kampung alias Aik Bakung.
Dimana penyerahan saat itu dilakukan langsung oleh Bupati Bangka Selatan, Riza Herdavid. Terakhir penyerahan sertifikat dilakukan pada Senin (12/2/2024) di Kantor BPN Kabupaten Bangka Selatan. Bahkan penyerahan sertifikat PTSL yang berada di Kantor Desa Nyelanding, telah diserahkan berdasarkan berita acara serah terima sertifikat PTSL di Desa Nyelanding tahun 2018.
“Itu turut ditandatangani oleh salah satu perangkat Desa Nyelanding yang dalam hal ini telah Menerima Surat Kuasa dari koordinator 204 masyarakat peserta PTSL Desa Nyelanding,” ujar dia.
Di sisi lain dirinya tak membantah dalam proses penyerahan sertifikat di Desa Nyelanding masih terdapat sisa sertifikat yang belum diserahkan. Jumlahnya mencapai 126 sertifikat, dikarenakan pemohon tidak hadir. Ditambah belum menyerahkan asli bukti surat penguasaan tanah, baik berupa surat pernyataan pengakuan penguasaan atas tanah (SP3AT), akta pelepasan hak (APH) tanah dan surat sejenisnya.
Mengenai permasalahan itu pihaknya telah melayangkan surat kepada Kepala Desa Nyelanding untuk dapat menjadwalkan kembali penyerahan sertifikat PTSL tahun 2018. Hingga kini BPN tetap mengupayakan agar penyerahan sertifikat tersebut dapat terlaksana secara tuntas. Sehingga apabila terdapat peserta PTSL Tahun 2018 Desa Nyelanding yang belum mengambil produk sertifikat hak atas tanahnya.
“Sampai saat ini tetap akan dilayani pengambilan sertifikat di loket penyerahan BPN Kabupaten Bangka Selatan,” ucap Abdul.
Dijelaskan bahwa, Dirinya turut membantah adanya indikasi dugaan pungli. Pasalnya, dalam pelaksanaan proses penerbitan hingga penyerahan sertifikat baik itu PTSL maupun prona pihaknya tidak pernah meminta maupun menerima pungutan dari masyarakat. Dikarenakan proses sertifikat tidak dipungut biaya apapun, kecuali terhadap kewajiban pajak. Mulai dari Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) maupun pajak bea perolehan hak atas tanah (BPHTB) yang menjadi kewajiban masyarakat.
Untuk kemudian disetorkan kepada kas daerah melalui Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan. Pihaknya tidak segan-segan menindak apabila dugaan permintaan imbalan atau pungli terkait penyerahan sertifikat PTSL atau prona benar adanya. Jika benar ada oknum pegawai BPN Kabupaten Bangka Selatan yang terlibat, maka akan ditindak secara tegas.
“Kita proses secara hukum, baik pidana maupun sanksi berupa pemberhentian status kepegawaiannya,” pungkasnya. (EraNews/Lew)