TOBOALI, ERANEWS.CO.ID- Di perairan Laut Sukadamai, Toboali, Kabupaten Bangka Selatan puluhan Ponton Isap Produksi (PIP) ilegal beroperasi secara terang-terangan, siang dan malam. Aktivitas penambangan liar ini telah berlangsung selama dua minggu terakhir tanpa adanya tindakan dari aparat penegak hukum (APH)
Di balik layar, seorang kolektor berinisial Ak diduga kuat menjadi dalang dari aktivitas ilegal ini. Ak tidak bekerja sendiri, ia memiliki jaringan yang terorganisir rapi, dengan 10 kaki tangan yang tersebar di berbagai titik.
“Bos Ak ini memiliki sekitar 10 kaki tangan. Di antaranya adalah Pk, Jk, Pi, dan P,” ungkap sumber terpecaya, Selasa (11/2/2525).
Jaringan ini bertugas mengumpulkan timah ilegal dari para penambang, baik yang menggunakan PIP ilegal maupun yang memiliki Surat Perintah Kerja (SPK) resmi dari PT Timah. Mereka bekerja dengan modus operandi yang terstruktur.
“Sementara pembeli di lapangan ada Oy, Ge, Ad Pam, Dn, Gi, Jk, dan Sn. Mereka menyimpan timah di rumah masing-masing,” ujar sumber.
Hasil tambang ilegal ini kemudian dijual kepada bos Ak, yang diduga memiliki peran sentral dalam mengatur distribusi dan penjualan timah ilegal tersebut.
Aktivitas ilegal ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mitra PT Timah yang beroperasi secara resmi di wilayah Sukadamai. Mereka merasa seperti “pengemis” yang hanya mengharapkan sisa hasil tambang.
Warga dan mitra PT Timah mendesak aparat penegak hukum untuk segera bertindak tegas. Mereka meminta agar Akon dan kaki tangannya ditangkap, serta rumah-rumah yang diduga menjadi tempat penyimpanan timah ilegal digerebek.
“Polisi harus bertindak tegas terhadap aktivitas ini. Rumah-rumah yang digunakan untuk menyimpan timah ilegal harus segera diperiksa. Jika dibiarkan, ini akan semakin merugikan negara dan masyarakat,” ujar sumber.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari Polres Bangka Selatan atau pihak terkait. Warga berharap pemerintah dan aparat penegak hukum segera bertindak menghentikan aktivitas ilegal ini dan menindak tegas para pelaku. (EraNews/Tim5)