Jangan Biarkan Penambang Rakyat Babel Hidup di Ruang Abu-Abu

BANGKA, ERANEWS.CO.ID – Kehadiran Satgas Timah dari Jakarta semestinya menjadi momentum perbaikan tata kelola pertimahan di Bangka Belitung. Ketua DPRD Babel, Didit Srigusjaya, bahkan menegaskan bahwa satgas hadir untuk mengumpulkan data demi kepentingan Presiden, agar tata kelola timah lebih baik, sehingga negara dan masyarakat sama-sama diuntungkan. Namun di balik pernyataan menenangkan itu, keresahan masyarakat justru semakin besar.

Ribuan penambang rakyat kini berada dalam posisi sulit. Mereka tidak ditangkap, tetapi juga tidak bisa menjual hasil tambang. PT Timah hanya boleh mengolah biji timah dari dalam wilayah izin usaha pertambangan (IUP) mereka. Kolektor pun enggan membeli karena takut dijerat hukum. Situasi ini menciptakan paradoks: penambang rakyat dibiarkan bekerja, tetapi diputus aksesnya untuk hidup.


Regulasi Setengah Hati

Persoalan ini bukan baru, melainkan akumulasi dari kebijakan tambang yang setengah hati. Undang-Undang Minerba jelas mensyaratkan aktivitas tambang harus berada dalam IUP atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Faktanya, mayoritas penambang rakyat beroperasi di luar kerangka hukum tersebut.

Inilah yang tidak segera dijawab pemerintah: jika penambang rakyat dilarang beraktivitas di luar IUP, mengapa hingga kini IPR tidak kunjung diterbitkan? Regulasi yang lamban hanya menjadikan masyarakat kecil korban, sementara perputaran bisnis timah tetap dinikmati oleh segelintir pihak.


Negara Harus Turun Tangan

Pemerintah tidak cukup hanya menghadirkan satgas dan bicara tentang penataan. Yang dibutuhkan adalah langkah nyata yang bisa segera dirasakan masyarakat. Ada beberapa opsi yang bisa ditempuh:

  • Pertama, segera menetapkan wilayah khusus tambang rakyat melalui IPR, sehingga penambang punya payung hukum jelas.
  • Kedua, menunjuk smelter resmi sebagai “orang tua asuh” penambang rakyat, misalnya PT Mitra Stania Prima atau perusahaan sejenis, agar biji timah rakyat terserap secara legal dan terawasi.
  • Ketiga, mendorong pembentukan koperasi penambang rakyat sehingga posisi mereka lebih kuat dan tidak tergantung pada tengkulak.

Jangan Korbankan Masyarakat Kecil

Bangsa ini tidak boleh menutup mata: ekonomi Babel masih bergantung pada sektor pertambangan. Ironis jika justru para penambang rakyat, yang selama ini menopang sektor tersebut, terus ditempatkan pada posisi paling lemah. Mereka disebut ilegal, tetapi tidak diberi jalan keluar.

Menjadikan penambang rakyat sebagai kambing hitam dari carut-marut tata kelola pertimahan sama saja dengan mengorbankan hak hidup ribuan keluarga. Jika pemerintah serius ingin menata timah, maka penataan itu harus berangkat dari keberpihakan: rakyat kecil jangan dibiarkan tersisih.


Penutup

Pemerintah pusat dan daerah harus segera mengambil langkah konkret. Jangan biarkan regulasi yang setengah hati menjerumuskan penambang rakyat ke jurang ketidakpastian. Negara hadir bukan hanya untuk mengamankan kepentingan korporasi dan devisa, melainkan juga untuk memastikan rakyat kecil tetap bisa hidup layak.

Di tengah sorotan publik atas tata kelola timah, satu pertanyaan mendesak harus dijawab: apakah penataan ini sungguh untuk rakyat, atau hanya demi kepentingan segelintir elite?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.