Oleh : Shelvia Maharani, Meri Astuti, Fara Fattarisa Az-Zahra, Sisilia, Syahla Nur Afitri, Islahul Badali
BANGKA BELITUNG, ERANEWS.CO.ID — Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu provinsi penghasil Timah terbesar di Indonesia. Bahkan nama Bangka sendiri diambil dari kata Wangka yang artinya Timah.
“Tercatat bahwa industri pertambangan timah ini telah dimulai sejak abad ke-19 pada era kolonial dan kemudian dikelola oleh pemerintah Indonesia setelah kemerdekaan dengan PT Timah sebagai salah satu perusahaan milik negara yang didirikan pada tahun 1976” (Yulianti, 2020).
Aktivitas pertambangan di Bangka Belitung tidak hanya dikelola oleh PT Timah saja, masyarakat setempat juga beperan dalam upaya pertambangan tetapi kebanyakan dilakukan penggalian secara illegal. Tak dapat dipungkiri bahwasannya aktivitas pertambangan ini dilakukan masyarakat untuk membantu perekonomian.
Hasil tambang yang didapatkan masyarakat setempat lumayan besar, sehingga masyarakat lebih memilh untuk menambang.
*Kerusakan lahan akibat aktivitas pertambangan
Aktivitas pertambangan memiliki dampak besar terhadap lingkungan sekitar terutama lahan bekas tambang yang biasanya ditinggalkan secara terbengkalai, bagi masyarakat Bangka Belitung lubang camui ( lubang pasca tambang ) adalah pemandangan yang tak lazim lagi dilihat, hampir semua lahan yang sebelumnya melakukan aktivitas pertambangan meninggalkan kerusakan terhadap lingkungan, yang mana hal ini bepengaruh pada daerah resapan air, hutan, dan kualitas air di daerah tersebut.
Kerusakan lingkungan bukanlah hal yang sepele karena hal ini menyangkut masalah kesehatan bahkan ekonomi dan juga sosial, karena dampaknya tersebar secara langsung di daerah tesebut.
* Penerapan Green Mining oleh PT. Rifined Bangka Tin
Green mining adalah pertambangan yang dengan teknologi dan ilmu rekayasanya dapat menekan sekecil mungkin polusi udara, tanah dan air, dan juga limbah beracun di mana operasi pertambangan itu sendiri, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga para pekerjanya selalu dalam keadaan yang aman ( Bakri, 2014).
Pada penerapannya PT. RBT melakukan bebagai jenis upaya reklamasi, salah satunya yakni pemanfaatan sebagian lahan untuk penanaman pohon tipe buah sepeti mangga, lengkeng, kelapa, dan berbagai jenis sayuran, adapun sekarang PT. RBT ini berupaya melakukan budidaya ikan tambak salah satunya ikan lele.

Pak slimin selaku penanggung jawab pengelola lahan reklamasi mengatakan bahwa sebenarnya lahan reklamasi yang di tinggalkan ini memiliki potensi besar sebagai lahan tempat pembudidayaan berbagai macam jenis tanaman maupun tambak ikan.
Namun hal ini menurutnya terhambat oleh beberapa faktor yang diantaranya kekurangan SDM dalam mengolah lahan reklamasi tersebut.
* Kurangnya minat masyarakat desa dalam mengolah lahan reklamasi
Beberapa potensi besar dalam pengelolaan lahan reklamasi ini terhambat oleh kurangnya SDM yang bersedia, padahtal apabila pemanfaatan lahan reklamasi tersebut di lakukan secara optimal hal tersebut mampu membuka peluang untuk menciptakan lowongan pekejaan yang besar karena luas lahan yang di sediakan hampir seluas 50 Hektar. Dan keluar dari pemanfaatan sumber daya hal ini juga mampu meningkatkan perekonomian bagi masyarakat di lingkungan pertambangan..
(*)