Ketua PD Inaker Babel Soroti Urgensi Kepemimpinan Kepala Daerah dan Sikap OPD di Tengah Dinamika Pemerintahan

JAKARTA, ERANEWS.CO.ID – Dinamika politik dan birokrasi di lingkungan pemerintahan daerah sering kali mengalami gesekan internal antara kepala daerah dan wakilnya. Meski keduanya masih menjabat secara sah, namun perbedaan sikap politik maupun kebijakan kerap menimbulkan pertanyaan di publik: dalam situasi demikian, kepada siapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) harus loyal?

Aboul A’la Almaududi, SH, Ketua PD Inaker Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, praktisi hukum tata negara dan pemerhati politik daerah, menegaskan pentingnya pemahaman terhadap struktur hukum dan tatanan pemerintahan yang diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ia menyebut bahwa dalam sistem presidensial di tingkat lokal, kepala daerah adalah pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi yang wajib dihormati dan dijalankan arahannya oleh seluruh perangkat birokrasi di bawahnya.

Ia menjelaskan bahwa meskipun wakil kepala daerah dipilih dalam satu paket dengan kepala daerah dan memiliki fungsi membantu pelaksanaan tugas, namun dalam konteks struktur kekuasaan, arah pemerintahan tetap dikendalikan oleh kepala daerah. Maka ketika terjadi dinamika internal atau perbedaan arah kebijakan, OPD tidak boleh bingung dalam menentukan posisi.

Dalam berbagai regulasi, termasuk Pasal 65 hingga Pasal 67 UU Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa kepala daerah memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan, menyusun dan mengajukan rancangan perda, menetapkan peraturan kepala daerah, dan mengambil keputusan strategis pemerintahan. Wakil kepala daerah bertugas membantu kepala daerah dan menggantikan saat berhalangan.

Aboul menjelaskan bahwa OPD harus tetap tunduk pada garis komando gubernur, bupati, atau wali kota, sebagai pemegang kekuasaan administratif dan simbol pemerintahan daerah. Jika terjadi dinamika hubungan internal, OPD dilarang terlibat dalam tarik-menarik kepentingan atau bahkan mengambil posisi politik tertentu. Tugas mereka adalah menjalankan pelayanan publik secara profesional dan netral sesuai arahan resmi dari kepala daerah.

Ia menekankan bahwa birokrasi jangan sampai ditarik ke dalam konflik politik antara pimpinan daerah. “Pemerintahan harus tetap berjalan, pelayanan masyarakat tidak boleh terganggu. OPD cukup menjalankan tugas sesuai peraturan dan keputusan resmi kepala daerah. Wakil kepala daerah tidak bisa mengeluarkan kebijakan sepihak tanpa delegasi atau pelimpahan wewenang dari kepala daerah,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Aboul juga menyoroti pentingnya keharmonisan antara kepala daerah dan wakilnya. Ia menyebut, keduanya idealnya bekerja sebagai satu tim yang saling melengkapi, bukan bersaing atau berjalan sendiri-sendiri. Ketika terjadi ketidakharmonisan, yang sering terjadi justru birokrasi menjadi korban tarik-ulur dan stagnasi kebijakan, yang pada akhirnya merugikan rakyat.

Ia juga menegaskan bahwa konflik terbuka antara pimpinan daerah dapat melemahkan legitimasi pemerintahan di mata publik. “Kalau masyarakat melihat ada ketegangan di atas, kepercayaan publik terhadap pemerintah bisa menurun. Padahal kepercayaan itu modal utama dalam menjalankan pembangunan,” katanya.

Lebih lanjut, Aboul mengajak semua pihak, termasuk media dan masyarakat sipil, untuk mengawal jalannya pemerintahan dengan kritis namun konstruktif. Ia menekankan bahwa pemimpin publik harus menempatkan kepentingan rakyat di atas ego pribadi atau kepentingan kelompok.

Ia mengingatkan bahwa demokrasi bukan hanya soal siapa yang menang dalam pemilu, tapi juga bagaimana kekuasaan dijalankan secara etis, transparan, dan bertanggung jawab. “Rakyat harus tahu bahwa kekuasaan itu bukan alat dominasi, tapi amanah untuk melayani,” ujar Aboul.

Menutup pernyataannya, Aboul yang juga dikenal sebagai aktivis muda dan host program kebangsaan di kanal Serumpun Sebalai menyatakan bahwa pendidikan politik masyarakat harus diperkuat agar warga bisa lebih memahami dinamika pemerintahan. “Ketika rakyat paham siapa yang berwenang, apa batasannya, dan bagaimana mekanismenya, maka akan sulit bagi aktor-aktor politik untuk menyalahgunakan jabatan,” tegasnya.

Ia juga mengajak para kepala daerah dan wakilnya untuk menunjukkan teladan dalam membangun sinergi dan etika kepemimpinan yang sehat. “Jabatan ini hanya sementara, tapi dampak dari setiap kebijakan akan dirasakan rakyat dalam waktu lama. Jangan sampai ego dan konflik personal mengorbankan pelayanan publik,” tutup Bang Aboul.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.